Hello, I decided to post this FF after thinking for awhile. heheh. I'm not that good in writing this type of story but I'll give it a try. Cast tetep pinkfinite laaah.
~oOo~
Title : The Sin
Author : Shin Chaerin/ Karin Asuka
Genre : Angst
Rating : PG15
Main Casts :
INFINITE L as Kim Myungsoo/L
A PINK Naeun as Son Naeun
SHINee Taemin as Lee Taemin
Son Jihyo (OC) as Naeun’s little
sister
Other Casts :
Type : Chaptered
Disclaimer: Cast bukan milik saya, cerita murni
dari saya tapi terinspirasi dari MV MBLAQ It’s War dan T-ara Cry Cry
Chapter
1. The Unforgotten Past
Naeun
POV
Dor Dor Dor. Suara tembakan
membangunkanku dari tidur. Jantungku langsung berdebar cepat, rasa takut
menyusup ke hatiku. Tubuhku gemetar. Apa yang terjadi di luar sana, begitu
pikirku. Dengan tubuh masih gemetar aku keluar dari kamar dan turun melihat apa
yang terjadi di ruang kerja appa ku. Aku melihat mereka dari atas tangga, 2
sosok lelaki itu menodongkan pistol ke bawah, ke arah appa ku yang sedang
berbaring kesakitan memegang perutnya yang berdarah. Hatiku mencelos, kakiku
semakin gemetar, spontan aku langsung berteriak,
“Appaa!!”
2 sosok itu kini menyadari
keberadaanku, salah satu dari mereka menodongkan pistolnya ke arahku dan
menembakkannya. Peluru itu mengenai dinding di sampingku, aku sangat takut,
lututku lemas, dan tiba-tiba tubuhku oleng ke depan, aku akan jatuh, begitu
pikirku. Sedetik kemudian, aku hanya melihat kegelapan.
Saat aku terbangun, aku menyadari ada
sesuatu yang basah mengalir di dahiku. Kepalaku sangat sakit dan
berdenyut-denyut. Aku menyipitkan mataku dan aku melihat di sana..di sana
appaku terbaring bersimbah darah. Matanya menutup. Aku berusaha mendekat
walaupun kepalaku rasanya seperti dihantam palu dan kakiku sakit sekali. Aku
mengguncang-guncang tubuh appaku. Berharap dia bangun, tersenyum dan mengatakan
kalau ini semua hanya mimpi buruk. Tetapi dia tetap diam, walaupun sekeras
apapun aku mengguncang tubuhnya, dia tetap diam.
“Appa!! Bangunlah, jangan tinggalkan
aku, kumohon appa” aku terisak. Aku menangis meraung-raung sambil memeluk
appaku yang sudah tiada. Dan di sana..aku melihat.. sebuah kalung dengan
liontin berbentuk kotak, aku berusaha meraihnya. Membuka isinya, namun ternyata
ada password yang melindungi isi liontin itu, aku menggenggamnya sambil
menggeram marah.
Aku akan mencarinya, mencari mereka
yang telah melakukan ini padaku, mereka yang telah menghancurkan hidupku yang
bahagia, aku akan membunuh mereka!
Dan sekejap kemudian aku hanya
mendapati kegelapan.
“Appa!” aku terbangun dari mimpi
burukku. Sambil terengah-engah aku mengusap keringat dari dahiku. Mimpi itu
lagi. Mimpi yang sama berulang-ulang. Ya, mimpi kejadian 5 tahun lalu yang
sangat ingin aku lupakan, tetapi tak bisa, karena setiap aku tertidur, bayangan
kejadian itu selalu hadir, membuatku tidak bisa melupakannya, melupakan
orang-orang itu. Tanganku terkepal erat, ingin rasanya aku berteriak. Namun
bisa aku tahan karena di sampingku, ada jihyo, adikku yang sedang tertidur
pulas. Dia bukan adik kandungku tetapi sudah aku anggap sebagai adik sendiri.
Aku menemukan dia pingsan di jalanan, aku tak tega meninggalkannya sehingga
sekarang dia aku angkat sebagai adik. Tak kusadari air mataku menetes, dadaku begitu
sesak. Aku rindu appa, aku ingin bertemu, aku ingin menangis di
pelukannya. Aku sadar aku tidak boleh
selemah ini, apa lagi aku ingin membunuh mereka yang telah membunuh appaku di
depan mataku sendiri.
Aku mengusap air mataku. Jam 3, begitu
pikirku setelah melihat jam tanganku sekilas. Aku beranjak mengambil jaket dan
pergi keluar. Udara malam akan sedikit menenangkanku, aku harap. Aku keluar
dari rumah sewaku yang pengap, mungkin memang sudah tidak layak huni tapi apa
boleh buat, untuk makan saja uangku pas pasan. Langkah kakiku menggema di jalan
sempit itu, suasana sepi, sedikit menyeramkan tetapi tak aku hiraukan sedikit
pun. Dadaku masih sesak, aku benar-benar butuh udara segar dan yang pasti bukan
di tempat sempit yang kiri dan kanannya tembok seperti ini. Langkahku terhenti
ketika melihat sosok gelap itu.Dia berdiri di ujung jalan sempit ini,bersandar
di dinding. Tangannya memegang botol yang kemudian aku kenali sebagai botol
soju. Benakku mulai dipenuhi dengan pikiran-pikiran negative. Tetapi semua
berhasil aku tepis, aku sudah biasa menghadapi seorang pemabuk seperti dia.
Dengan cuek aku terus berjalan melewati pemabuk itu. Namun, tiba-tiba seseorang
mencengkeram tanganku, mendorongku dengan keras di dinding. Punggungku sakit
sekali. Ketika aku membuka mata, laki-laki pemabuk itu berada persis di
depanku, mencengkeram kedua tanganku dan memojokkanku ke dinding. Aku bisa
mencium napasnya yang bau persis di depan wajahku.
“Hei nona, kau manis juga, temani aku
malam ini” Dia berkata, napasnya benar-benar bau. Aku berusaha berontak, tetapi
percuma, aku tak bertenaga dan aku sedang tidak membawa senjata apapun. Pikiran
buruk mulai memasuki otakku, jujur aku takut tetapi aku pura-pura berani, aku menatapnya
dengan sinis.
“Kenapa ha?” Tanya laki-laki itu. Dia
mulai menyentuh wajahku dengan kasar,berusaha menciumku. Tidak, begitu pikirku
“Tidaaaaaakkk, hentikaan!!” teriakku
walaupun aku tau tidak ada yang mendengar.
Namun tiba-tiba, tanganku bebas,ketika
membuka mata laki-laki itu sudah terkapar sambil memegang bibirnya yang
berdarah. Belum sempat aku mencerna apa yang baru saja terjadi, tanganku sudah
ditarik oleh seseorang, meninggalkan tempat itu. Oh apa yang sedang terjadi?
Kepalaku mendadak pusing. Aku menghentikan lariku, seseorang yang tadi menarik tanganku juga berhenti.
“Gwenchana?” tanyanya padaku yang
terlihat memegang kepalaku
Aku mendongak, menatap orang itu. Dan
tampaklah sosok lelaki rambutnya pendek dan hitam, matanya gelap menatapku dengan
sorot khawatir.
“Ne, hanya sedikit pusing” jawabku
singkat
“Hei, benar tidak apa-apa?” tanyanya
lagi, orang ini benar-benar cerewet ternyata
“Ne” jawabku lagi. Setelah sakit
kepalaku mereda, aku kembali berjalan, menuju taman yang ada di dekat sini.
“Hei, kau mau kemana? Sebaiknya kau
pulang” kata orang itu lagi yang ternyata mengikutiku dari belakang. Aku
berhenti berjalan dan menengok ke belakang, menatap orang itu dengan pandangan
yang menyiratkan “itu bukan urusanmu”.
“Kau tahu kan di sini berbahaya, tadi
saja kau sudah diserang, kau mau diserang lagi?” katanya. “Bagaimana kalau
tidak ada orang yg menolongmu?”
“Aku tidak minta ditolong tadi”
jawabku seenaknya. Sifatku benar-benar jelek. Aku sedikit merasa bersalah
padanya. Bagaimanapun juga tadi aku sudah ditolongnya. Sekejap kemudian aku
meralat ucapanku.
“Oke, maaf. Aku tidak bermaksud kasar.
Erm, memang pikiranku sedang kacau sekarang, jadi maaf dan tolong biarkan aku
sendiri. Terimakasih atas bantuanmu tadi, errm..” aku bingung menyebutnya, aku tidak tau
namanya.
“Myungsoo” jawabnya singkat begitu
mengetahui aku tidak tahu namanya
“Terimakasih Myungsoo ssi” ujarku
menyambung kalimatku yang terputus
“Lalu, kau mau kemana sekarang. Err…”
aku baru sadar, dia juga tidak tau namaku
“Naeun, Son Naeun” kataku
“ Kau mau kemana Naeun ssi?”
“Sebenarnya aku ingin tidak peduli dan tidak mengikutimu, tetapi aku
benar-benar tidak bisa tenang membiarkan wanita berjalan sendirian dini hari
seperti ini.” Katanya panjang lebar.
Aku agak mendelik mendengarnya, apa
yang dikatakan orang ini? Aku menghela napas. Baiklah aku menyerah. Aku sedang
tidak berminat berdebat jadi aku biarkan saja dia mengikutiku.
“Aku cuma ingin menghirup udara segar,
mungkin ke taman dekat sini” kataku sambil kembali berjalan. Dan bisa aku tebak
dia mengikuti. Memang benar-benar orang yang aneh, begitu pikirku. Langkah kaki
kami menggema di jalanan yang sepi. Entah kenapa itu sangat mengangguku. Dengan
cepat aku berbalik dan menatap pria itu dengan sebal.
“Bisa tidak kau berhenti mengikutiku?”
tanyaku dengan sinis
“Maaf, tapi sekarang sudah dini hari,
gelap, berbahaya dan aku tidak bisa membiarkan seorang gadis berkeliaran dini
hari begini” katanya mantap
“Aku bisa menjaga diriku sendiri”
kataku sambil berbalik dan berjalan menuju taman lagi.
“Benarkah? Lalu siapa tadi yang
diserang pemabuk di jalan sempit itu?” tanyanya, aku semakin sebal padanya,
kenapa dia mengungkit kejadian itu lagi.
“Aissh sudahlah, kau cerewet sekali”
jawabku frustasi, aku membiarkannya membuntuti lagi sampai di taman tempat
biasa aku merenung.
Aku melihat ayunan tempatku biasa
duduk. Masih sama seperti kemarin. Hanya cat usangnya yang semakin mengelupas
dan pegangan besinya yang berkarat tapi aku suka duduk disana. Pria itu
menatapku dengan heran.
“Kau hanya mau bermain ayunan?”
tanyanya dengan pandangan seolah bertanya Hey, umurmu sudah berapa?
“Ya, ada masalah?” jawabku singkat
“Oh” dia hanya menjawab dengan satu
vocal, dan entah kenapa hal itu amat konyol, sudut bibirku terangkat dan hey
aku tersenyum. Aku sendiri terkejut dan cepat mengendalikan diriku.
“Wah ternyata kau bisa tersenyum juga
Nona sinis” katanya menggodaku. Pria ini benar-benar.
“Ya! Aku sudah sampai di tempat
tujuanku, biarkan aku sendiri dan cepatlah kau pulang Tuan Tukang Ikut Campur”
“Apa kau ada masalah?, kau bisa cerita
padaku” Pria ini benar-benar Tukang Ikut Campur. Oke emosiku semakin memuncak.
Aku mengelus dada, berusaha mengurangi emosi yang dari tadi tersulut.
“Memang ada orang yang mau tiba-tiba
menceritakan masalahnya pada orang yang baru dikenalnya?”
“Yah, siapa tahu” jawabnya santai.
Sepertinya lama-lama berada di
dekatnya bisa membuat tekanan darahku naik drastis. Lebih baik aku pulang dan
tidur lagi. Berada di taman ini benar-benar tak membantu, yah, karena ada
laki-laki tukang ikut campur ini. Aku beranjak dari tempatku duduk.
“Mau kemana?”
Aku menghela napas lagi, ketika
suaranya yang cempreng membuatku mendelik ke arahnya. Aissh jinjja, apa lagi?
“Pulang” jawabku singkat. Aku tak
menunggu jawaban darinya, segera aku langkahkan kaki meninggalkan taman itu,
tak peduli laki-laki tukang ikut campur itu bicara apa.
“Ya! Masih gelap, berbahaya bagi seorang
gadis…..” Ya ya aku tahu, berhentilah bicara, pikirku dalam hati
“Tolong ya, ini sudah pagi dan aku
bisa menjaga diriku” jawabku sambil terus berjalan.
Aku mendengarnya berkata dan mengomel
lagi, tapi untungnya ia tak mengikutiku. Sepertinya aku perlu tidur, tidur yang
lama. Semoga mimpi itu tak menghantui tidurku lagi. Semoga.
Myungsoo
POV
Gadis aneh itu akhirnya pergi. Aku
masih khawatir terjadi sesuatu yang buruk lagi padanya. Entahlah, kenapa aku
peduli pada gadis yang bahkan bukan siapa-siapa ku. Mungkin.. karena kejadian 4
tahun lalu, entahlah.. Aku tak mau mengingatnya lagi.
Sore itu, aku tak sengaja melihat
gadis itu lagi. Ia mengenakan seragam toko kecil yang baru saja aku masuki. Apa
ia bekerja disana? Mungkin. Tapi, ekspresinya tetap kaku, datar, bahkan senyum
pun tak ada. Haha, pasti sebentar lagi dia dipecat, mana ada pelayan toko
melayani tanpa senyum seperti itu.
Aku mengamatinya dari luar, Kim
Myungsoo, sekarang kau jadi stalker rupanya. Aku menjitak kepalaku sendiri.
Begitu aku beranjak dari tempatku mengamati gadis itu, mobil porsche hitam
tiba-tiba berhenti di depan toko dan keluarlah seorang gadis yang yah cantik
dan kaya pastinya. Ia memakai mantel bulu yang menurutku sedikit berlebihan,
karena ini masih musim gugur. Gadis bermantel bulu itu cepat-cepat memasuki
toko tempat Naeun, gadis yang menyita perhatianku akhir akhir ini itu bekerja.
Ia hanya mengambil satu barang dan tanpa perlu repot repot antri ia langsung
merangsek ke kasir. Beberapa ahjumma tampak berbisik-bisik melihat tingkah
gadis tak tahu sopan santun itu.
“Naeun?” aku mendengar gadis bermantel
itu memanggil Naeun saat ia berada di depan kasir. Ia mengenal Naeun? Aku
sedikit mengernyit, gadis kaya itu mengenal Naeun yang menurutku sangat jauh
berbeda dengan gadis itu.
Naeun mendongak, aku bisa melihat
matanya melebar saat melihat orang yang memanggilnya tadi.
“Soojung?” Naeun berkata sambil
memandang gadis bermantel itu dengan ekspresi terkejut. Oke, jadi mereka
benar-benar saling mengenal.
“Ternyata kau bekerja disini?” tanya
gadis itu pada Naeun. Aku mengira mereka teman atau semacam itu. Namun ekspresi
gadis bermantel yang dipanggil Soojung itu berkata lain. Ia tersenyum
merendahkan Naeun. Tiba-tiba aku sangat ingin memukul gadis itu. Astaga Kim
Myungsoo, sekarang bahkan kau ingin memukul seorang gadis.
“Ya, wae?” tanya Naeun dengan ekspresi
dingin seperti biasa.
“Seorang Son Naeun putri keluarga kaya
raya? Bekerja di toko seperti ini?” kata Soojung dengan suara keras sambil
mengamati toko itu dan mengernyit jijik. Pemilik toko yang berdiri tak jauh
dari situ tampak tersinggung dengan ucapannya. Ahjumma-ahjumma yang berada di
belakang Soojung itu pun tampak berbisik-bisik. Sepertinya bahan bisik-bisik
mereka kali ini adalah Naeun.
“Heh, roda benar-benar berputar ya? Seorang
Putri dalam sekejap bisa menjadi…eeerrr seorang rakyat jelata.” Kata gadis
bermantel itu sambil terkekeh. Aku bisa melihat ekspresi Naeun berubah, bukan
ekspresi dingin dan kaku yang selalu ia tunjukkan itu. Sekarang ia tampak
sedih, matanya mulai berkaca-kaca, tetapi, ia berhasil menguasai dirinya agar
tak menangis. Entah kenapa hatiku sakit saat melihatnya seperti itu. Gadis
bermantel itu sepertinya perlu diberi pelajaran.
Aku melihat gadis itu keluar dari toko
kecil, wajahnya puas sekali setelah mengatakan itu semua. Aku kembali
memperhatikan Naeun, ia sedang melayani ahjumma-ahjumma yang sejak tadi tak
henti berbisik-bisik dan mengamati wajahnya. Sekarang aku sedikit memahami
siapa sebenarnya Naeun, oke, jadi dia sebenarnya putri dari keluarga kaya,
namun entah mengapa semuanya berubah dan sekarang ia hanya menjadi pelayan
toko. Tapi, apa hubungan gadis bermantel tadi dengannya. Ah, sungguh rumit
sekali kehidupan gadis itu. Dan, kenapa aku harus peduli? Babo ya Kim Myungsoo.
Aku mengutuk diriku sendiri.
Naeun
POV
Aku tak menyangka bertemu Soojung hari
ini, dan aku benar-benar ingin memukul wajahnya, menyumpal mulutnya dan
menendang kakinya. Soojung, mantan sahabatku. Ya, mantan. Dari semua orang di
dunia ini, dia termasuk orang yang sangat kubenci. Ia sahabat, tetapi membuatku
menjadi seperti ini, ia mengambil semua milik ayahku, semuanya! Dan, akhirnya
beginilah aku, tak punya apa-apa. Mungkin itu sebagian karena kesalahanku yang
terlalu percaya padanya, sehingga akhirnya ia mengambil semuanya, aset,
warisan, rumah dan segalanya. Dan itu semua salahku. Hatiku nyeri ketika
membayangkan saat-saat bersama Soojung, kadang aku sulit percaya seorang
Soojung yang dulu begitu baik ternyata menusukkan pisau beracun padaku. Sakit,
sakit sekali, dan aku bersumpah tak akan memaafkannya sebelum ia mengembalikan
semua yang ia ambil dariku.
Air mata tak kusadari menetes. Babo
ya! Son Naeun, kenapa kau begitu cengeng? Sudah berapa liter air mata yang kau
habiskan karena mengingat masa lalumu?
“Naeun ssi?” tiba tiba aku mendengar
seseorang memanggilku. Suaranya begitu familiar, begitu aku mendongak. Ternyata
namja itu, namja tukang ikut campur yang merecokiku saat aku ingin sendiri
kemarin malam. Apa yang ia lakukan disini?
“Naeun ssi? Apa yang terjadi? Kau… ehh
menangis?” tanyanya sambil mengamati wajahku. Buru buru aku usap air mataku,
aku tak ingin siapapun melihatku menangis, aku tak ingin terlihat lemah. Aku
beranjak dari tempatku duduk di taman itu, namun tiba-tiba namja itu menarik
tanganku dan oh.. apa yang ia lakukan? Memelukku?
Aku berusaha berontak, namun sia-sia
karena ia memelukku erat sekali. Akhirnya aku pasrah dipeluknya. Entah kenapa
aku merasa nyaman dan air mataku menetes lagi. Tubuhku bergetar hebat, aku
menangis, sesenggukan. Ia membelai rambutku dan menepuk nepuk punggungku.
“Menangislah” katanya pelan. Dan aku
menangis, menangis dan menangis, mungkin punggungnya basah kuyup karena air
mataku. Namja ini, kupikir ia amat menyebalkan tapi entah kenapa nyaman sekali
berada dalam pelukannya seperti ini.
TBC
~oOo~
Nulis dengan POV memang lebih susah, tapi lumayan lah buat dicoba. Thank you.