Minggu, 15 September 2013

[FF] The Sin Part 1

Hello, I decided to post this FF after thinking for awhile. heheh. I'm not that good in writing this type of story but I'll give it a try. Cast tetep pinkfinite laaah.

~oOo~

Title : The Sin
Author : Shin Chaerin/ Karin Asuka
Genre : Angst
Rating : PG15
Main Casts :
INFINITE L as Kim Myungsoo/L
A PINK Naeun as Son Naeun
SHINee Taemin as Lee Taemin
Son Jihyo (OC) as Naeun’s little sister
Other Casts :
Type : Chaptered
Disclaimer: Cast bukan milik saya, cerita murni dari saya tapi terinspirasi dari MV MBLAQ It’s War dan T-ara Cry Cry

Chapter 1. The Unforgotten Past

Naeun POV

Dor Dor Dor. Suara tembakan membangunkanku dari tidur. Jantungku langsung berdebar cepat, rasa takut menyusup ke hatiku. Tubuhku gemetar. Apa yang terjadi di luar sana, begitu pikirku. Dengan tubuh masih gemetar aku keluar dari kamar dan turun melihat apa yang terjadi di ruang kerja appa ku. Aku melihat mereka dari atas tangga, 2 sosok lelaki itu menodongkan pistol ke bawah, ke arah appa ku yang sedang berbaring kesakitan memegang perutnya yang berdarah. Hatiku mencelos, kakiku semakin gemetar, spontan aku langsung berteriak,
“Appaa!!”
2 sosok itu kini menyadari keberadaanku, salah satu dari mereka menodongkan pistolnya ke arahku dan menembakkannya. Peluru itu mengenai dinding di sampingku, aku sangat takut, lututku lemas, dan tiba-tiba tubuhku oleng ke depan, aku akan jatuh, begitu pikirku. Sedetik kemudian, aku hanya melihat kegelapan.
Saat aku terbangun, aku menyadari ada sesuatu yang basah mengalir di dahiku. Kepalaku sangat sakit dan berdenyut-denyut. Aku menyipitkan mataku dan aku melihat di sana..di sana appaku terbaring bersimbah darah. Matanya menutup. Aku berusaha mendekat walaupun kepalaku rasanya seperti dihantam palu dan kakiku sakit sekali. Aku mengguncang-guncang tubuh appaku. Berharap dia bangun, tersenyum dan mengatakan kalau ini semua hanya mimpi buruk. Tetapi dia tetap diam, walaupun sekeras apapun aku mengguncang tubuhnya, dia tetap diam.
“Appa!! Bangunlah, jangan tinggalkan aku, kumohon appa” aku terisak. Aku menangis meraung-raung sambil memeluk appaku yang sudah tiada. Dan di sana..aku melihat.. sebuah kalung dengan liontin berbentuk kotak, aku berusaha meraihnya. Membuka isinya, namun ternyata ada password yang melindungi isi liontin itu, aku menggenggamnya sambil menggeram marah.
Aku akan mencarinya, mencari mereka yang telah melakukan ini padaku, mereka yang telah menghancurkan hidupku yang bahagia, aku akan membunuh mereka!
Dan sekejap kemudian aku hanya mendapati kegelapan.
“Appa!” aku terbangun dari mimpi burukku. Sambil terengah-engah aku mengusap keringat dari dahiku. Mimpi itu lagi. Mimpi yang sama berulang-ulang. Ya, mimpi kejadian 5 tahun lalu yang sangat ingin aku lupakan, tetapi tak bisa, karena setiap aku tertidur, bayangan kejadian itu selalu hadir, membuatku tidak bisa melupakannya, melupakan orang-orang itu. Tanganku terkepal erat, ingin rasanya aku berteriak. Namun bisa aku tahan karena di sampingku, ada jihyo, adikku yang sedang tertidur pulas. Dia bukan adik kandungku tetapi sudah aku anggap sebagai adik sendiri. Aku menemukan dia pingsan di jalanan, aku tak tega meninggalkannya sehingga sekarang dia aku angkat sebagai adik. Tak kusadari air mataku menetes, dadaku begitu sesak. Aku rindu appa, aku ingin bertemu, aku ingin menangis di pelukannya.  Aku sadar aku tidak boleh selemah ini, apa lagi aku ingin membunuh mereka yang telah membunuh appaku di depan mataku sendiri.
Aku mengusap air mataku. Jam 3, begitu pikirku setelah melihat jam tanganku sekilas. Aku beranjak mengambil jaket dan pergi keluar. Udara malam akan sedikit menenangkanku, aku harap. Aku keluar dari rumah sewaku yang pengap, mungkin memang sudah tidak layak huni tapi apa boleh buat, untuk makan saja uangku pas pasan. Langkah kakiku menggema di jalan sempit itu, suasana sepi, sedikit menyeramkan tetapi tak aku hiraukan sedikit pun. Dadaku masih sesak, aku benar-benar butuh udara segar dan yang pasti bukan di tempat sempit yang kiri dan kanannya tembok seperti ini. Langkahku terhenti ketika melihat sosok gelap itu.Dia berdiri di ujung jalan sempit ini,bersandar di dinding. Tangannya memegang botol yang kemudian aku kenali sebagai botol soju. Benakku mulai dipenuhi dengan pikiran-pikiran negative. Tetapi semua berhasil aku tepis, aku sudah biasa menghadapi seorang pemabuk seperti dia. Dengan cuek aku terus berjalan melewati pemabuk itu. Namun, tiba-tiba seseorang mencengkeram tanganku, mendorongku dengan keras di dinding. Punggungku sakit sekali. Ketika aku membuka mata, laki-laki pemabuk itu berada persis di depanku, mencengkeram kedua tanganku dan memojokkanku ke dinding. Aku bisa mencium napasnya yang bau persis di depan wajahku.
“Hei nona, kau manis juga, temani aku malam ini” Dia berkata, napasnya benar-benar bau. Aku berusaha berontak, tetapi percuma, aku tak bertenaga dan aku sedang tidak membawa senjata apapun. Pikiran buruk mulai memasuki otakku, jujur aku takut tetapi aku pura-pura berani, aku menatapnya dengan sinis.
“Kenapa ha?” Tanya laki-laki itu. Dia mulai menyentuh wajahku dengan kasar,berusaha menciumku. Tidak, begitu pikirku
“Tidaaaaaakkk, hentikaan!!” teriakku walaupun aku tau tidak ada yang mendengar.
Namun tiba-tiba, tanganku bebas,ketika membuka mata laki-laki itu sudah terkapar sambil memegang bibirnya yang berdarah. Belum sempat aku mencerna apa yang baru saja terjadi, tanganku sudah ditarik oleh seseorang, meninggalkan tempat itu. Oh apa yang sedang terjadi? Kepalaku mendadak pusing. Aku menghentikan lariku, seseorang  yang tadi menarik tanganku juga berhenti.
“Gwenchana?” tanyanya padaku yang terlihat memegang kepalaku
Aku mendongak, menatap orang itu. Dan tampaklah sosok lelaki rambutnya pendek dan hitam, matanya gelap menatapku dengan sorot khawatir.
“Ne, hanya sedikit pusing” jawabku singkat
“Hei, benar tidak apa-apa?” tanyanya lagi, orang ini benar-benar cerewet ternyata
“Ne” jawabku lagi. Setelah sakit kepalaku mereda, aku kembali berjalan, menuju taman yang ada di dekat sini.
“Hei, kau mau kemana? Sebaiknya kau pulang” kata orang itu lagi yang ternyata mengikutiku dari belakang. Aku berhenti berjalan dan menengok ke belakang, menatap orang itu dengan pandangan yang menyiratkan “itu bukan urusanmu”.
“Kau tahu kan di sini berbahaya, tadi saja kau sudah diserang, kau mau diserang lagi?” katanya. “Bagaimana kalau tidak ada orang yg menolongmu?”
“Aku tidak minta ditolong tadi” jawabku seenaknya. Sifatku benar-benar jelek. Aku sedikit merasa bersalah padanya. Bagaimanapun juga tadi aku sudah ditolongnya. Sekejap kemudian aku meralat ucapanku.
“Oke, maaf. Aku tidak bermaksud kasar. Erm, memang pikiranku sedang kacau sekarang, jadi maaf dan tolong biarkan aku sendiri. Terimakasih atas bantuanmu tadi, errm..”  aku bingung menyebutnya, aku tidak tau namanya.
“Myungsoo” jawabnya singkat begitu mengetahui aku tidak tahu namanya
“Terimakasih Myungsoo ssi” ujarku menyambung kalimatku yang terputus
“Lalu, kau mau kemana sekarang. Err…” aku baru sadar, dia juga tidak tau namaku
“Naeun, Son Naeun” kataku
“ Kau mau kemana Naeun ssi?” “Sebenarnya aku ingin tidak peduli dan tidak mengikutimu, tetapi aku benar-benar tidak bisa tenang membiarkan wanita berjalan sendirian dini hari seperti ini.” Katanya panjang lebar.
Aku agak mendelik mendengarnya, apa yang dikatakan orang ini? Aku menghela napas. Baiklah aku menyerah. Aku sedang tidak berminat berdebat jadi aku biarkan saja dia mengikutiku.
“Aku cuma ingin menghirup udara segar, mungkin ke taman dekat sini” kataku sambil kembali berjalan. Dan bisa aku tebak dia mengikuti. Memang benar-benar orang yang aneh, begitu pikirku. Langkah kaki kami menggema di jalanan yang sepi. Entah kenapa itu sangat mengangguku. Dengan cepat aku berbalik dan menatap pria itu dengan sebal.
“Bisa tidak kau berhenti mengikutiku?” tanyaku dengan sinis
“Maaf, tapi sekarang sudah dini hari, gelap, berbahaya dan aku tidak bisa membiarkan seorang gadis berkeliaran dini hari begini” katanya mantap
“Aku bisa menjaga diriku sendiri” kataku sambil berbalik dan berjalan menuju taman lagi.
“Benarkah? Lalu siapa tadi yang diserang pemabuk di jalan sempit itu?” tanyanya, aku semakin sebal padanya, kenapa dia mengungkit kejadian itu lagi.
“Aissh sudahlah, kau cerewet sekali” jawabku frustasi, aku membiarkannya membuntuti lagi sampai di taman tempat biasa aku merenung.
Aku melihat ayunan tempatku biasa duduk. Masih sama seperti kemarin. Hanya cat usangnya yang semakin mengelupas dan pegangan besinya yang berkarat tapi aku suka duduk disana. Pria itu menatapku dengan heran.
“Kau hanya mau bermain ayunan?” tanyanya dengan pandangan seolah bertanya Hey, umurmu sudah berapa?
“Ya, ada masalah?” jawabku singkat
“Oh” dia hanya menjawab dengan satu vocal, dan entah kenapa hal itu amat konyol, sudut bibirku terangkat dan hey aku tersenyum. Aku sendiri terkejut dan cepat mengendalikan diriku.
“Wah ternyata kau bisa tersenyum juga Nona sinis” katanya menggodaku. Pria ini benar-benar.
“Ya! Aku sudah sampai di tempat tujuanku, biarkan aku sendiri dan cepatlah kau pulang Tuan Tukang Ikut Campur”
“Apa kau ada masalah?, kau bisa cerita padaku” Pria ini benar-benar Tukang Ikut Campur. Oke emosiku semakin memuncak. Aku mengelus dada, berusaha mengurangi emosi yang dari tadi tersulut.
“Memang ada orang yang mau tiba-tiba menceritakan masalahnya pada orang yang baru dikenalnya?”
“Yah, siapa tahu” jawabnya santai.
Sepertinya lama-lama berada di dekatnya bisa membuat tekanan darahku naik drastis. Lebih baik aku pulang dan tidur lagi. Berada di taman ini benar-benar tak membantu, yah, karena ada laki-laki tukang ikut campur ini. Aku beranjak dari tempatku duduk.
“Mau kemana?” 
Aku menghela napas lagi, ketika suaranya yang cempreng membuatku mendelik ke arahnya. Aissh jinjja, apa lagi?
“Pulang” jawabku singkat. Aku tak menunggu jawaban darinya, segera aku langkahkan kaki meninggalkan taman itu, tak peduli laki-laki tukang ikut campur itu bicara apa.
“Ya! Masih gelap, berbahaya bagi seorang gadis…..” Ya ya aku tahu, berhentilah bicara, pikirku dalam hati
“Tolong ya, ini sudah pagi dan aku bisa menjaga diriku” jawabku sambil terus berjalan.
Aku mendengarnya berkata dan mengomel lagi, tapi untungnya ia tak mengikutiku. Sepertinya aku perlu tidur, tidur yang lama. Semoga mimpi itu tak menghantui tidurku lagi. Semoga.

 Myungsoo POV

Gadis aneh itu akhirnya pergi. Aku masih khawatir terjadi sesuatu yang buruk lagi padanya. Entahlah, kenapa aku peduli pada gadis yang bahkan bukan siapa-siapa ku. Mungkin.. karena kejadian 4 tahun lalu, entahlah.. Aku tak mau mengingatnya lagi.
Sore itu, aku tak sengaja melihat gadis itu lagi. Ia mengenakan seragam toko kecil yang baru saja aku masuki. Apa ia bekerja disana? Mungkin. Tapi, ekspresinya tetap kaku, datar, bahkan senyum pun tak ada. Haha, pasti sebentar lagi dia dipecat, mana ada pelayan toko melayani tanpa senyum seperti itu.
Aku mengamatinya dari luar, Kim Myungsoo, sekarang kau jadi stalker rupanya. Aku menjitak kepalaku sendiri. Begitu aku beranjak dari tempatku mengamati gadis itu, mobil porsche hitam tiba-tiba berhenti di depan toko dan keluarlah seorang gadis yang yah cantik dan kaya pastinya. Ia memakai mantel bulu yang menurutku sedikit berlebihan, karena ini masih musim gugur. Gadis bermantel bulu itu cepat-cepat memasuki toko tempat Naeun, gadis yang menyita perhatianku akhir akhir ini itu bekerja. Ia hanya mengambil satu barang dan tanpa perlu repot repot antri ia langsung merangsek ke kasir. Beberapa ahjumma tampak berbisik-bisik melihat tingkah gadis tak tahu sopan santun itu.  
“Naeun?” aku mendengar gadis bermantel itu memanggil Naeun saat ia berada di depan kasir. Ia mengenal Naeun? Aku sedikit mengernyit, gadis kaya itu mengenal Naeun yang menurutku sangat jauh berbeda dengan gadis itu.
Naeun mendongak, aku bisa melihat matanya melebar saat melihat orang yang memanggilnya tadi.
“Soojung?” Naeun berkata sambil memandang gadis bermantel itu dengan ekspresi terkejut. Oke, jadi mereka benar-benar saling mengenal.
“Ternyata kau bekerja disini?” tanya gadis itu pada Naeun. Aku mengira mereka teman atau semacam itu. Namun ekspresi gadis bermantel yang dipanggil Soojung itu berkata lain. Ia tersenyum merendahkan Naeun. Tiba-tiba aku sangat ingin memukul gadis itu. Astaga Kim Myungsoo, sekarang bahkan kau ingin memukul seorang gadis.
“Ya, wae?” tanya Naeun dengan ekspresi dingin seperti biasa.
“Seorang Son Naeun putri keluarga kaya raya? Bekerja di toko seperti ini?” kata Soojung dengan suara keras sambil mengamati toko itu dan mengernyit jijik. Pemilik toko yang berdiri tak jauh dari situ tampak tersinggung dengan ucapannya. Ahjumma-ahjumma yang berada di belakang Soojung itu pun tampak berbisik-bisik. Sepertinya bahan bisik-bisik mereka kali ini adalah Naeun.
“Heh, roda benar-benar berputar ya? Seorang Putri dalam sekejap bisa menjadi…eeerrr seorang rakyat jelata.” Kata gadis bermantel itu sambil terkekeh. Aku bisa melihat ekspresi Naeun berubah, bukan ekspresi dingin dan kaku yang selalu ia tunjukkan itu. Sekarang ia tampak sedih, matanya mulai berkaca-kaca, tetapi, ia berhasil menguasai dirinya agar tak menangis. Entah kenapa hatiku sakit saat melihatnya seperti itu. Gadis bermantel itu sepertinya perlu diberi pelajaran.
Aku melihat gadis itu keluar dari toko kecil, wajahnya puas sekali setelah mengatakan itu semua. Aku kembali memperhatikan Naeun, ia sedang melayani ahjumma-ahjumma yang sejak tadi tak henti berbisik-bisik dan mengamati wajahnya. Sekarang aku sedikit memahami siapa sebenarnya Naeun, oke, jadi dia sebenarnya putri dari keluarga kaya, namun entah mengapa semuanya berubah dan sekarang ia hanya menjadi pelayan toko. Tapi, apa hubungan gadis bermantel tadi dengannya. Ah, sungguh rumit sekali kehidupan gadis itu. Dan, kenapa aku harus peduli? Babo ya Kim Myungsoo. Aku mengutuk diriku sendiri.

Naeun POV

Aku tak menyangka bertemu Soojung hari ini, dan aku benar-benar ingin memukul wajahnya, menyumpal mulutnya dan menendang kakinya. Soojung, mantan sahabatku. Ya, mantan. Dari semua orang di dunia ini, dia termasuk orang yang sangat kubenci. Ia sahabat, tetapi membuatku menjadi seperti ini, ia mengambil semua milik ayahku, semuanya! Dan, akhirnya beginilah aku, tak punya apa-apa. Mungkin itu sebagian karena kesalahanku yang terlalu percaya padanya, sehingga akhirnya ia mengambil semuanya, aset, warisan, rumah dan segalanya. Dan itu semua salahku. Hatiku nyeri ketika membayangkan saat-saat bersama Soojung, kadang aku sulit percaya seorang Soojung yang dulu begitu baik ternyata menusukkan pisau beracun padaku. Sakit, sakit sekali, dan aku bersumpah tak akan memaafkannya sebelum ia mengembalikan semua yang ia ambil dariku.
Air mata tak kusadari menetes. Babo ya! Son Naeun, kenapa kau begitu cengeng? Sudah berapa liter air mata yang kau habiskan karena mengingat masa lalumu?
“Naeun ssi?” tiba tiba aku mendengar seseorang memanggilku. Suaranya begitu familiar, begitu aku mendongak. Ternyata namja itu, namja tukang ikut campur yang merecokiku saat aku ingin sendiri kemarin malam. Apa yang ia lakukan disini?
“Naeun ssi? Apa yang terjadi? Kau… ehh menangis?” tanyanya sambil mengamati wajahku. Buru buru aku usap air mataku, aku tak ingin siapapun melihatku menangis, aku tak ingin terlihat lemah. Aku beranjak dari tempatku duduk di taman itu, namun tiba-tiba namja itu menarik tanganku dan oh.. apa yang ia lakukan? Memelukku?
Aku berusaha berontak, namun sia-sia karena ia memelukku erat sekali. Akhirnya aku pasrah dipeluknya. Entah kenapa aku merasa nyaman dan air mataku menetes lagi. Tubuhku bergetar hebat, aku menangis, sesenggukan. Ia membelai rambutku dan menepuk nepuk punggungku.
“Menangislah” katanya pelan. Dan aku menangis, menangis dan menangis, mungkin punggungnya basah kuyup karena air mataku. Namja ini, kupikir ia amat menyebalkan tapi entah kenapa nyaman sekali berada dalam pelukannya seperti ini.


TBC

~oOo~

Nulis dengan POV memang lebih susah, tapi lumayan lah buat dicoba. Thank you.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Images by Freepik